Pages

Senin, 05 April 2010

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2

MUQADDIMMAH

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada semua mahkluk cipataan-Nya, semoga kita selalu mendapatkan anugerah-Nya hingga akhir masa, Amin.
Tulisan ini saya tunjukkan sebagai tugas Pendidikan Agama Islam 2, dan apabila terdapat kesalahan atau kekurangan saya selaku penulis mohon maaf kepada semua mahkluk ciptaan Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Tugas I

MANUSIA

HAKEKAT MANUSIA
1. MAHKLUK
a. Berada dalam fitrah (QS.30:30 )

Ar Rum 30. “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “.

Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

b. Lemah (QS. 4:28)

An Nisaa' 28. ” Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah ”.

Yaitu dalam syari'at di antaranya boleh menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya.

c. Bodoh (QS. 33:72)

Al Ahzab 72. “ Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh “.

Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.

d. Fakir (QS. 35:15)

Faathir 15. “ Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji ”.

2. DIMULIAKAN
a. Dengan Ditiupkan Ruh (QS. 32:9)

As Sajdah 9. ” Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur ”.

b. Memiliki Keistimewaan (QS. 17:70 )

Al Israa' 70. “ Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan “.

Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.

c. Ditundukkan Alam Padanya (QS. 45:12, 2:29, 67:15)

Al Jaatsiyah 12. “ Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur “.

Al Baqarah 29. “ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu “.

Al Mulk 15. “ Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan “.

3. DIBEBANI
a. Ibadah (QS. 51:56)

Adz Dzariyaat 56. ” Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku ”.

b. Khilafah (QS. 2:30, 11:62)

Al Baqarah 30. “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Huud 62. Kaum Tsamud berkata: "Hai shaleh, Sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara Kami yang Kami harapkan, Apakah kamu melarang Kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak Kami ? dan Sesungguhnya Kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami."

4. BEBAS MEMILIH (QS. 90:10, 76:3, 64:2, 18:29)
a. Iman
b. Kafir

Al Balad 10. ” Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan ”.

Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.

Al Insaan 3. ” Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir ”.

At Taghaabun 2. ” Dia-lah yang menciptakan kamu Maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan ”.

Al Kahfi 29. ” Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek ”.

5. BALASAN/PERTANGGUNG JAWABAN (QS. 17:36, 53:38-41, 102:8)

Al Israa' 36. ” Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya ”.

An Najm
34. ” Serta memberi sedikit dan tidak mau memberi lagi ”?
35. ” Apakah Dia mempunyai pengetahuan tentang yang ghaib, sehingga Dia mengetahui (apa yang dikatakan) ”?
36. ” Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran- lembaran Musa ”?
37. ” Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji ”?
38. ” (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain ”,
39. ” Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya ”,
40. ” Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya) ”.
41. Kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna ”,

At Takaatsur 8. ” Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) ”.

a. Berakibat Surga (QS. 32:19, 2:25, 22:14)

As Sajdah 19. ” Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Maka bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang mereka kerjakan ”.

Al Baqarah 25. ” Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya ”.

Kenikmatan di syurga itu adalah kenikmatan yang serba lengkap, baik jasmani maupun rohani.

Al Hajj 14. ” Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki “.

b. Neraka (QS. 32:30, 2:24)

As Sajdah 30. ” Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, Sesungguhnya mereka (juga) menunggu ”.

Nabi Muhammad SAW bersama orang-orang mukmin disuruh menunggu kemenangan atas orang kafir dan kehancuran mereka.

Al Baqarah 24. ” Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir ”.


POTENSI MANUSIA
Manusia Terdiri Sebagai:
1. Pendengaran
2. Penglihatan
3. Hati
(QS. 67:23, 32:9, 16:78, 7:179)

Al Mulk 23. Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.

As Sajdah 9. ” Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur ”.

An Nahl 78. ” Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur ”.

Al A'raaf 179. ” Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai ”.

Manusia Berpotensi Sebagai Kepemimpinan:
a. Amanah – Al Khilafah:
- Bukan Pemilik Sebenarnya (QS. 35:13, 40:53)

Faathir 13. ” Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (berbuat) demikian Itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari ”.

Al Mu'min 53. ” Dan Sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israil ”,

- Menggunakannya Harus Sesuai Dengan Kehendak Yang Mewakilkan (QS. 76:20, 28:63)

Al Insaan 20. ” Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar ”.

Al Qashash 63. Berkatalah orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka[1132]; "Ya Tuhan Kami, mereka Inilah orang-orang yang Kami sesatkan itu; Kami telah menyesatkan mereka sebagaimana Kami (sendiri) sesat[1133], Kami menyatakan berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami".

[1132] Maksudnya: mereka yang disekutukan dengan Allah.
[1133] Yang dikatakan sekutu Allah itu berkata bahwa mereka menyesatkan pengikut-pengikutnya adalah dengan kemauan Pengikut-pengikut itu sendiri, bukan karena paksaan dari pihak mereka, sebagaimana mereka sendiri sesat adalah dengan kemauan mereka pula.

- Tidak Menentang Peraturan (QS. 100:6-1)

Al 'Aadiyaat:
6. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,
7. Dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya,
8. Dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta[1597].
9. Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,
10. Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
11. Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha mengetahui Keadaan mereka.

[1597] Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa maksud ayat ini Ialah: manusia itu sangat kuat cintanya kepada harta sehingga ia menjadi bakhil.

b. Khianat:
- Bagaikan Ternak (QS. 7:179, 25:43-44)

Al A'raaf 179. ” Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai ”.

Al Furqaan:
43. ” Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? ”,
44. ” Atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu) ”.

- Bagaikan Anjing (QS. 7:176)

Al A'raaf 176. “ Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir ”.

- Bagaikan Monyet (QS. 5:60)

Al Maa-idah 60. Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, Yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi[424] dan (orang yang) menyembah thaghut?". mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.

[424] Yang dimaksud disini Ialah: orang-orang Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu (Lihat surat Al Baqarah ayat 65).

- Bagaikan Babi (QS. 5:60)

Al Maa-idah 60. Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, Yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi[424] dan (orang yang) menyembah thaghut?". mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.

[424] Yang dimaksud disini Ialah: orang-orang Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu (Lihat surat Al Baqarah ayat 65).

- Bagaikan Kayu (QS. 63:4)

Al Munaafiquun 4. Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477]. mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?

[1477] Mereka diumpamakan seperti kayu yang tersandar, Maksudnya untuk menyatakan sifat mereka yang buruk meskipun tubuh mereka bagus-bagus dan mereka pandai berbicara, akan tetapi sebenarnya otak mereka adalah kosong tak dapat memahami kebenaran.

- Bagaikan Batu (QS. 2:74)

Al Baqarah 74. ” Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan ”.

- Bagaikan Laba-laba (QS. 29:41)

Al 'Ankabuut 41. ” Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui ”.

- Bagaikan Keledai (QS. 62:5)

Al Jumu'ah 5. ” Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya[1474] adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim ”.

[1474] Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Muhammad s.a.w.

Tugas II

ILMU USHUL FIKIH


A. AKAR SEJARAH USHUL FIKIH

Sejarah perkembangan fikih perlu dirunut sejak masa kenabian dimana wahyu diturunkan dan syariat Islam terbentuk. Fikih dalam pengertian luasnya adalah ikhtiar serius untuk menjelaskan dan menjabarkan secara jelas pesan-pesan syariah yang terdapat dalam al-Qur'an dan al-Sunnah.

Selama perjalanan sejarah umat Islam yang kian hari semakin kompleks pasca meninggalnya Nabi Muhammad, syariah senantiasa menjadi referensi utama bagi umat Islam untuk menemukan petunjuk dan bimbingan dalam menghadapi dinamika kehidupannya. Pada konteks ini, syariah kemudian menjadi wilayah ijtihad yang bersifat open ended, yakni membuka ruang bagi adanya keragaman pemahaman dan tafsir. Yang menarik, ijtihad ternyata telah menjadi instrumentasi keagamaan yang penting selain al-Qur'an dan al-Sunnah bahkan sejak masa kenabian.


B. PRINSIP ILMU USHUL FIKIH

Ushul Fikih adalah landasan yang seharusnya difahami oleh setiap thullabul ilmi, karena Ushul Fikih ini melandasi semua cara beristidlal dan berhujjah para ulama. Dengan ilmu inilah seseorang dapat memahami bagaimana para ulama di dalam menggali dan mengambil kesimpulan suatu hukum. Namun, ilmu ini bukanlah ilmu yang mudah dan bisa difahami begitu saja, tanpa bimbingan seorang ulama yang mumpuni dan tanpa penelaahan waktu yang panjang.

Betapa banyak pula orang yang mempergunakan ilmu ini untuk mempertahankan kesalahan, penyimpangan, bid’ah bahkan kekufurannya.

Oleh karena itulah, sesuatu apabila ditempatkan tidak pada tempatnya pastilah keliru atau salah, bahkan dikatakan zhalim. Untuk menghindari kesalahan seperti ini, maka diperlukan pemahaman mendasar yang harus difahami oleh seorang yang akan belajar ilmu ushul fikih.

Sejauh ini, sistem hukum Islam mengenal adanya lima kategori hukum (al-ahkam al-khamsah) yang dipergunakan sebagai patokan atau pedoman untuk mengukur tingkah laku manusia baik di bidang ibadah maupun muamalah, yaitu:

(1) Ja'iz atau Mubah atau Ibahah,

(2) Sunnah,

(3) Makruh,

(4) Wajib dan

(5) Haram.

Ibadah dalam konteks ini berarti cara dan tata cara manusia berhubungan langsung dengan Tuhan. Kaidah asal ibadah adalah larangan (haram). Maksudnya, semua perbuatan ibadah pada dasarnya dilarang untuk dilakukan kecuali secara tegas memang disuruh untuk melakukannya.

Hal ini berbeda dengan muamalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia yang sifatnya terbuka. Kaidah asalnya adalah kebolehan (ibahah). Maksudnya, semua perbuatan pada asalnya boleh dilakukan kecuali terdapat larangannya dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Pembaharuan dalam bidang muamalah ini dapat dilakukan sejauh tidak bertentangan dengan jiwa Islam pada umumnya.

Adapun tujuan hakiki dari adanya perintah dan larangan dalam hukum Islam (maqasid al-syari'ah) adalah realisasi dan pemeliharaan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan ini dapat dipetakan menjadi tiga macam kepentingan:

(1) Daruriyah, bersifat primer dan niscaya bagi kehidupan manusia.

Meliputi kebutuhan atas pemeliharaan agama (hifd al-din), jiwa (hifd al-nafs), akal (hifd al-'aql), keturunan (hifd al-nasl) dan harta (hifd al-mal);

(2) Hajiyah, yakni hal-hal yang dibutuhkan untuk mengatasi atau mengurangi beban, kesempitan dan kesusahan.

Misalnya dalam hal ibadah terdapat konsep rukhsah yang memperkenankan orang sakit tidak berpuasa Ramadhan dengan kewajiban menggantinya ketika sudah sehat. Dalam mu'amalah juga dikenal konsep pengecualian dari kaidah umum (istithna' min al-qawa'id al-'amah) serta keringanan (takhfif) dalam hal pemberian hukuman karena alasan-alasan tertentu;

(3) Tahsiniyah atau maslahah yang berkaitan dengan aspek keutamaan akhlak.

Contohnya seperti perintah menutup aurat, larangan menjual barang yang haram, etika makan dan minum, larangan mutilasi dalam peperangan dan lainnya. Maslahah yang bersifat tahsiniyah dapat dianggap sebagai pelengkap atau penyempurna (mukammil) dari kepentingan yang bersifat hajiyah. Demikian pula halnya maslahah yang bersifat hajiyah menjadi pelengkap dari kepentingan daruriyah.


C. PENGERTIAN USHUL FIQIH

Secara harfiah fikih (fiqh) berarti pengetahuan atau pemahaman yang mendalam tentang sesuatu, semisal maksud dari perkataan seseorang. Tetapi istilah ini selanjutnya berkembang menjadi nama khusus bagi ilmu tentang hukum agama Islam yang bersifat praktis (terkait dengan perbuatan manusia).

Dalam khazanah keislaman, terdapat dua istilah yang dipergunakan untuk menunjuk pada hukum Islam, yaitu:

(1) Syari'at Islam (Islamic Law) dan

(2) Fikih Islam (Islamic Jurisprudence).

Syariah dalam pengertian etimologisnya berarti sumber air minum (mawrid al-ma' alladzi yuqsad li al-Shurb). Kata ini kemudian dipakai bangsa Arab dengan makna jalan yang lurus (al-sirat al-mustaqim). Yakni sebagaimana sumber air merupakan jalan kehidupan dan keselamatan bagi tubuh, maka demikian pula halnya dengan jalan lurus yang padanya terdapat kualitas yang menghidupkan jiwa dan akal serta membimbing manusia kepada kebajikan.

Istilah ini belakangan dipinjam sebagai jalan ketuhanan, sehingga syariat Islam lantas dipahami sebagai sesuatu yang khas datang langsung dari Allah yang disampaikan melalui para rasul-Nya kepada manusia. Dengan pengertian ini tentu terdapat perbedaan cukup substansial dengan apa yang dimaksud sebagai fikih.

Secara sederhana, hukum syariat berarti semua ketetapan hukum yang ditentukan langsung oleh Allah yang kini terdapat di dalam al-Qur'an dan penjelasan Nabi Muhammad dalam kedudukannya sebagai Rasulullah yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadist.

Sedangkan hukum fikih adalah ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan oleh ijtihad para ahli hukum Islam. Maka dari itu, pemakaian istilah hukum Islam tanpa menjelaskan apa yang dimaksud seringkali menimbulkan salah pengertian terutama jika dihubungkan dengan aspek perubahan dan pengembangan di bidang hukum.

Untuk mengetahui makna dari kata Ushul Fiqih dapat dilihat dari dua aspek: Ushul Fiqih kata majemuk (murakkab) dan Ushul Fiqih sebagai istilah ilmiah.

Dari aspek pertama, Ushul Fiqih berasal dari dua kata, yaitu kata ushul bentuk jamak dari Ashl dan kata Fiqih yang masing-masing memiliki pengertian yang luas. Ash secara etimologi diartikan sebagai ”fondasi sesuatu, baik yang bersifat materi ataupun bukan”.

Adapun menurut istilah ashl memiliki beberapa arti berikut ini:

1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama Ushul Fiqih bahwa ashl dari kewajibannya shalat lima waktu adalah firman Allah dan sunnah rasul.
2. Qa’idah, yaitu suatu dasar atau fondasi sesuatu, seperti sabda nabi Muhammad saw: ”Buniyal islam ’ala khamsi ushulin” artinya: ”Islam itu didirikan atas lima ushul (fondasi atau dasar)”
3. Rajih, yaitu yang terkuat seperti dalam ungkapan para ahli ushul fiqih: ”Al-Ashlu fil kalaam al-haqiqah”. Artinya: ”Yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum adalah arti hakikatnya”. Maksudnya yang menjadi patokan dari setiap perkataan adalah makna hakikat dari perkataan tersebut.
4. Mustashhab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya seseoarang yang hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau ikatan perkawinan? Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum ada berita tentang kematiannya. Ia tetap terpelihara haknya seperti tetap mendapat waris, begitu juga ikatan perkawinannya dianggap tetap.
5. Far’u, seperti perkataan ulama ushul: ”Al-waladu far’un lilabi” artinya: ”Anak adalah cabang dari ayah” Al-Ghazali,1:5

Dari yang kelima pengertian ashl diatas, yang biasa dipakai digunakan adalah makna yang pertama ”Dalil”, yakni dalil-dalil fiqih.

Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad.

Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsip-prinsip Syari’ah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma yakni:

1. Agama

2. Akal

3. Jiwa

4. Harta dan

5. Keturunan

Menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.

Berikut adalah pengertian Fiqh:

1. Fiqh menurut Etimologi

Fiqh menurut bahasa berarti; faham sebagaimana firman Allah SWT “Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami perkataanku.”

2. Fiqh dalam terminologi Islam

Dalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; berikut pengertian fiqh menurut versi masing-masing generasi:

a. Pengertian Fiqh Dalam Terminologi Generasi Awal

Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam fiqh berarti pemahaman yg mendalam terhadap Islam secara utuh sebagaimana tersebut dalam Atsar-atsar berikut diantaranya sabda Rasulullah SAW “Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist dariku maka ia menghapalkannya kemudian menyampaikannya karena banyak orang yang menyampaikan fiqh kepada orang yang lebih menguasainya dan banyak orang yang menyandang fiqh dia bukan seorang Faqih.”

Ketika mendo’akan Ibnu Abbas Rasulullah SAW berkata “Ya Allah berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir.”

Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa Rasulullah SAW telah bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan perang Thaif ia berkata “Para ahli fiqihnya berkata kepadanya Adapun para cendekiawan kami Wahai Rasulullah ! tidak pernah mengatakan apapun.”

Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud untuk menyampaikan khutbah yang penting pada para jama’ah haji Abdurrahman bin Auf mengusulkan untuk menundanya karena dikalangan jama’ah bercampur sembarang orang ia berkata “Khususkan kepada para fuqoha .”

Makna fiqh yang universal seperti diatas itulah yang difahami generasi sahabat tabi’in dan beberapa generasi sesudahnya sehingga Imam Abu Hanifah memberi judul salah satu buku akidahnya dengan “al Fiqh al Akbar.” Istilah fuqoha dari pengertian fiqih diatas berbeda dengan makna istilah Qurra sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun karena dalam suatu hadist ternyata kedua istilah ini dibedakan Rasulullah SAW bersabda “Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya sedikit sedangkan Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al Qur’an dan menyia-nyiakan norma-normanya banyak orang yang meminta tetapi sedikit yang memberi mereka memanjangkan khutbah dan memendekkan sholat serta memperturutkan hawa nafsunya sebelum beramal.”

Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas Shadru al Syari’ah Ubaidillah bin Mas’ud menyebutkan “Istilah fiqh menurut generasi pertama identik atas ilmu akhirat dan pengetahuan tentang seluk beluk kejiwaan sikap cenderung kepada akhirat dan meremehkan dunia dan aku tidak mengatakan fiqh itu sejak awal hanya mencakup fatwa dan hukum-hukum yang dhahir saja.”

Demikian juga Ibnu Abidin beliau berkata “Yang dimaksud Fuqaha adalah orang-orang yang mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i’tikad dan praktek karenanya penamaan ilmu furu’ sebagai fiqh adalah sesuatu yang baru.”

Definisi tersebut diperkuat dengan perkataan al Imam al Hasan al Bashri “Orang faqih itu adalah yang berpaling dari dunia menginginkan akhirat memahami agamanya konsisten beribadah kepada Tuhannya bersikap wara’ menahan diri dari privasi kaum muslimin ta’afuf terhadap harta orang dan senantiasa menasihati jama’ahnya.”

b. Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin

Dalam terminologi mutakhirin Fiqh adalah Ilmu furu’ yaitu “mengetahui hukum Syara’ yang bersifat amaliah dari dalil-dalilnya yang rinci.

Syarah/penjelasan definisi ini adalah

- Hukum Syara’ Hukum yang diambil dari Syara’ seperti: Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.

- Yang bersifat amaliah bukan yang berkaitan dengan aqidah dan kejiwaan.

- Dalil-dali yang rinci seperti: dalil wajibnya sholat adalah “wa Aqiimus sholaah” bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul Fiqh.

Dengan definisi diatas fiqh tidak hanya mencakup hukum syara’ yang bersifat dharuriah seperti: wajibnya sholat lima waktu, haramnya hamr dsb. Tetapi juga mencakup hukum-hukum yang dhanny seperti: apakah menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau tidak?; Apakah yang harus dihapus/basuh dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup sebagiannya saja?.

Lebih spesifik lagi para ahli hukum dan undang-undang Islam memberikan definisi fiqh dengan: Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara’ yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen.


D. HUBUNGAN FIQH DAN SYARI’AH

Hubungan antar Fiqh dan Syari’ah adalah bahwa ada kecocokan antara Fiqh dan Syari’ah dalam satu sisi namun masing-masing memiliki cakupan yang lebih luas dari yang lainnya, dalam sisi yang lain hubungan seperti ini dalam ilmu mantiq disebut “umumun khususun min wajhin” yakni:

- Fiqh identik dengan Syari’ah dalam hasil-hasil ijtihad mujtahid yang benar.

- Sementara pada sisi yang lain Fiqh lebih luas karena pembahasannya mencakup hasil-hasil ijtihad mujtahid yang salah

- Sementara Syari’ah lebih luas dari Fiqh karena bukan hanya mencakup hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, amaliah saja tetapi juga aqidah, akhlak dan kisah-kisah umat terdahulu.

- Syariah sangat lengkap, tidak hanya berisikan dalil-dalil furu’ tetapi mencakup kaidah-kaidah umum dan prinsip-prinsip dasar dari hukum syara seperti: Ushul al Fiqh dan al Qawa’id al Fiqhiyyah.

- Syari’ah lebih universal dari Fiqh.

- Syari’ah wajib dilaksanakan oleh seluruh umat manusia sehingga kita wajib mendakwahkannya sementara fiqh seorang Imam tidak demikian halnya.

- Syari’ah seluruhnya pasti benar berbeda dengan fiqh.

- Syari’ah kekal abdi sementara fiqh seorang Imam sangat mungkin berubah.


E. PATOKAN-PATOKAN DALAM FIQH

Dalam mempelajari fiqh, Islam telah meletakkan patokan-patokan umum sebagai pedoman bagi kaum muslimin yaitu:

1. Melarang membahas peristiwa yang belum terjadi sampai ia terjadi.

Sebagaimana Firman Allah Ta’ala “ Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu menanyakan semua perkara karena bila diterangkan padamu nanti kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu ketika turunnya al-Qur’an tentulah kamu akan diberi penjelasan. Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah dan Allah maha pengampun lagi penyayang ”.

Dan dalam sebuah hadits ada bahwa Nabi Muhammad Saw. telah melarang mempertanyakan “Aqhluthath” yakni masalah-masalah yang belum lagi terjadi.

2. Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik.

Dalam sebuah hadits di katakan “Sesungguhnya Allah membenci banyak debat banyak tanya dan menyia-nyiakan harta.” “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka janganlah disia-siakan dan telah menggariskan undang-undang maka jangan dilampui, mengaharamkan beberapa larangan maka jangan dilanggar serta mendiamkan beberapa perkara bukan karena lupa untuk menjadi rahmat bagimu maka janganlah dibangkit-bangkit!” “Orang yang paling besar dosanya ialah orang yang menanyakan suatu hal yang mulanya tidak haram kemudian diharamkan dengan sebab pertanyaan itu.”

3. Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama.

Sebagaimana Firman Allah Ta’ala “Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada tali Allah dan jangan berpecah belah !” .

Dan firmanNya “Janganlah kamu berbantah-bantahan dan jangan saling rebutan nanti kamu gagal dan hilang pengaruh!” .

Dan firmanNya lagi “Dan janganlah kamu seperti halnya orang-orang yang berpecah-belah dan bersilang sengketa demi setelah mereka menerima keterangan-keterangan! dan bagi mereka itu disediakan siksa yang dahsyat.”

4. Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada Kitab dan Sunah.

Berdasarkan firman Allah SWT “Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu perkara kembalilah kepada Allah dan Rasul.” .

Dan firman-Nya “Dan apa-apa yang kamu perselisihkan tentang sesuatu maka hukumnya kepada Allah.” .

Hal demikian itu karena soal-soal keagamaan telah diterangkan oleh Al-qur’an sebagaimana firman Allah SWT “Dan kami turunkan Kitab Suci Al-qur’an untuk menerangkan segala sesuatu.” .

Begitu juga dalam surah Al-An’am 38,

QS. 06:38. Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

[472] Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.

An-Nahl 44


QS. 16:44. Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,

[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.

dan An-Nisaa’ 105


QS. 04:105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat[347],

[347] Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia Menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada Nabi s.a.w. dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, Kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, Nabi sendiri Hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi.

Allah telah menjelaskan keuniversalan al Qur’an terhadap berbagai masalah kehidupan. Sehingga dengan demikian sempurnalah ajaran Islam dan tidak ada lagi alasan untuk berpaling kepada selainnya.

Allah SWT berfirman “Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu telah Ku cukupkan ni’mat karunia-Ku dan telah Ku Ridhoi Islam sebagai agamamu.” .

Dan firman Allah SWT “Tidak ! Demi Tuhan ! mereka belum lagi beriman sampai bertahkim padamu tentang soal-soal yg mereka perbantahkan kemudian tidak merasa keberatan didalam hati menerima putusanmu hanya mereka serahkan bulat-bulat kepadamu.”



Penulis

Tulisan diatas ditunjukkan sebagai tugas Pendidikan Agama Islam 2 yang berasal dari berbagai sumber yang tidak saya sebutkan satu persatu. Untuk itu saya sebagai penulis mohan maaf jika ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan, terutama saya tunjukkan mohon ampunan kepada Allah SWT dan minta maaf kepada semua mahkluk ciptaan Allah.

1 komentar: